Kita sering tidak sadar bahwa sewaktu-waktu jiwa kita terpisah dari tubuh kita; kita berjalan dengan hati dan pikiran yang hampa; tidak tentu apa yang kita tuju; melangkah dengan keresahan dan kebingungan. Sehingga, apa pun yang kita lakukan seperti tidak ada gunanya. Hal terburuk yang mungkin saja terjadi jika kita terus berada dalam kondisi tersebut adalah gila, jika tidak, mungkin ingin segera mengakhiri hidup.
Tak terkecuali dengan mahasiswa. Banyak
mahasiswa yang merasa kampusnya hanya menjadi penjara bintang 5 bagi
kehidupannya. Padahal, kehidupan yang tengah mereka jalani itu merupakan impian
bagi sebagian orang seusia mereka lainnya.
Apa yang membuat mereka tersiksa dalam
kemewahan status mahasiswanya? Jawabannya banyak. Tapi yang paling pasti adalah
ketidakpastian apa yang mereka tuju. Maka janganlah heran jika banyak mahasiswa
yang hidupnya tidak keruan: nongkrong-nongkrong di pinggir jalan sampai larut
malam, ikut-ikutan demo padahal tidak mengerti persoalan dan akhirnya menyebarkan
virus kepada mahasiswa baru yang masih polos. Modusnya adalah ‘loyalitas’.
Lalu, apa yang terbesit dalam pikiran
anda tentang kuliah?
Banyak mahasiswa yang tidak mengerti apa
yang sedang dijalaninya. Sebagian menjawab meneruskan tren sarjana dalam
keluarganya. Ada yang menjawab supaya kekinian. Namun meski begitu ada pula
mahasiswa yang memang telah memiliki definisi yang jelas tentang rutinitas
utamanya itu.
Pengertian paling mendasar tentang kuliah
adalah meng-upgrade ilmu. Tak ada bedanya antara kuliah dengan sekolah.
Yang membedakan hanya sikap dan pemikiran kita yang merasa sudah lebih tumbuh,
sehingga tak ingin lagi banyak diatur layaknya saat menjadi siswa. Hakikat
ini harus selalu diingat. Agar, ketika kita mendapati diri kita terbawa jauh
oleh arus pergaulan yang tidak kita harapkan, hakikat inilah yang akan membawa
kita pulang-menuju jalan kebaikan yang membaikkan.
No comments